Senin, 30 Agustus 2010

PENGUMUMAN PENTING

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

BLOG INI SUDAH NON AKTIF.
Bagi yang ingin shilah ukhuwah dengan saya, silakan kunjungi blog saya yang aktif berikut ini:

Terima kasih.

Muhammad Abduh 
Baca Selengkapnya......

Senin, 22 Juni 2009

MAKNA KESUKSESAN

Seringkali kita tergesa-gesa menilai apakah seseorang gagal atau berhasil dalam hidupnya. Banyak orangtua yang begitu gembira melihat anaknya mendapatkan gelar sarjana. Seakan-akan anaknya telah berhasil melangkah di jalur kesuksesan. Padahal masih panjang jalan kehidupan yang harus dilalui anaknya. Banyak juga yang menuding seseorang telah gagal dalam hidupnya, hanya karena sampai sekarang dia belum juga mendapatkan satu gelar.

Mungkin kita perlu meresapi cerita seorang lelaki yang putus kuliah. Kita mungkin akan menilai dia sebagai orang yang gagal. Tapi, mari kita lihat sekarang. Lelaki tersebut kini jadi seorang yang begitu luar biasa. Tak ada yang mengatakan lelaki tersebut gagal dalam hidupnya. Dialah Aa Gym, lelaki yang putus kuliah tapi kemudian menjadi inspirasi jutaan anak bangsa Indonesia.


Kita juga perlu baca cerita seorang pria yang dulu kehidupannya begitu carut marut, tak jelas juntrungannya, penuh utang dimana-mana. Kalau melihat pria tersebut saat itu, mungkin kita akan menganggapnya sebagai sampah masyarakat. Tapi sekarang, tak akan ada lagi yang berani menilai seperti itu. Yusuf Mansyur nama pria tersebut. Ustadz yang menggebrak relung pikir masyarakat Indonesia dengan The Miracle of Giving-nya.

Siapa yang menyangka bahwa seorang pria yang tak tamat SD akan bisa sukses. Bayangan kita, paling banter dia jadi buruh kasar, kalau tidak malah jadi gelandangan. Tapi, apakah sekarang ada yang berani meremehkan seorang Andrie Wongso, motivator No. 1 Indonesia. Seorang yang SD saja tidak tamat.

Yah, tiga figur yang begitu kita kenal itu, seharusnya bisa menyentak pola pikir kita akan makna sukses dan gagal. Mereka mampu mewujudkan sebuah kesuksesan dengan cara berbeda. Berbeda dengan orang kebanyakan.

Cerita seorang Alva Edison yang sering kita dengar, harusnya juga memberikan kita inspirasi yang luar biasa. Siapa Thomas Alva Edison? Kalau ditanyakan ke anak SD, jawabannya adalah Penemu Lampu Pijar. Dia orang yang sangat berjasa bagi kehidupan manusia abad modern. Tapi, sedikit sekali yang memahami bahwa sebelum dia berhasil menemukan formulasi tepat untuk membuat bola lampu yang bisa menyala, dia telah mengalami kegagalan sebanyak 9.999 kali.

Bahkan kita perlu belajar pada sosok manusia yang luar biasa, Muhammad SAW, sang Nabi yang menginspirasi dunia. Siapa beliau? Manusia paling sukses dalam sejarah, motivator tak ada tanding, pemimpin teladan sepanjang zaman, penghulu para Nabi dan Rasul. Tapi sadarkah kita, dalam episode kehidupan beliau, beliau pernah beberapa kali mengalami "kegagalan". Beliau pernah terusir dari tanah Thaif sambil dilempari batu, halaman rumah beliau pernah ditumpuki dengan kotoran binatang, beliau sering dicibir dan dihina oleh pembesar-pembesar Quraisy, bahkan beliau dan anggota kelompoknya pernah bertahun-tahun diboikot dan diasingkan dari kehidupan masyarakat. Ketika itu, mungkin tak ada yang mengira ajaran Muhammad akan mampu memimpin dunia selama belasan abad.

Kesuksesan besar ternyata seringkali harus diawali dengan kegagalan-kegagalan kecil. Berbagai kegagalan tersebut menjadi batu asah untuk semakin menajamkan visi hidup menuju kesuksesan besar.

Berkaca dari ini, tak layak rasanya jika kita menilai seseorang sukses atau gagal dari kondisi dia sekarang. Seseorang yang kondisi ekonominya sekarang carut-marut, bisa jadi beberapa tahun ke depan akan sekaya H. Lihan. Seseorang yang gagal kuliah, bisa jadi beberapa tahun ke depan menjadi seorang Aa Gym yang mampu "menyihir" jutaan umat Islam dengan Manajemen Qolbunya. Seseorang yang sekarang dikenal bodoh, boleh jadi dia akan sejenius Albert Einstein. Seseorang yang sekarang terlihat sering melakukan hal-hal yang tak berguna, siapa tahu sepuluh tahun ke depan menjadi penemu besar seperti Thomas Alva Edison. Seseorang yang sekarang hanya bisa teriak-teriak sumbang menyuarakan Syariah, siapa tahu akan mampu mewujudkan kembali superioritas peradaban Islam seperti pertama kali dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW.

Selama kita masih bisa bernafas, kita masih punya peluang untuk meraih kesuksesan. Selama jantung kita tetap berdenyut, tak ada kata menyerah merintis kesuksesan. Sukses adalah hak kita. Dan kesuksesan terbesar adalah kesuksesan meraih kebahagiaan hidup setelah kehidupan dunia. SALAM SUKSES !!!

Muhammad Abduh
Banjarmasin, 16 Juni 2009
Baca Selengkapnya......

Minggu, 31 Mei 2009

Mencari Mutiara di Tumpukan Sampah (Bagian 1)

Sampah. Kata yang terbayang di kepala saya ketika mengasosiasikan sampah adalah kotor, bau dan tak berharga.

Tak salah pula jika ada yang mengasosiasikan kata demokrasi dengan sampah. Mengapa? Jawabannya sederhana sekali, karena demokrasi kotor, bau dan tak berharga. Sepakat?

Tapi, pada tulisan ini kita tak akan membahas terlalu jauh tentang sampah yang bernama demokrasi. Demokrasi bukan untuk dibahas, tapi untuk dibuang ke tempat sampah. ^_^


Jika kita bicara tentang sampah, ada banyak jenis sampah yang telah kita ketahui. Pembagian umumnya biasanya adalah antara sampah basah dan sampah kering. Sederhana, sampah basah adalah sampah yang basah, dan sampah kering adalah sampah yang kering. Benar nggak? Ah, jika saya salah, mohon maafkan saja. Baik, kita kembali, sepertinya sejak sekarang kita perlu menambah inventarisasi jenis-jenis sampah di ensiklopedia otak kita. Saya telah banyak menemukan jenis-jenis sampah baru. Sebenarnya tidak benar-benar baru, tapi selama ini banyak yang tak menyadari bahwa itu adalah sampah.

Sampah yang pertama adalah sampah televisi. Ya, televisi. Lebih jelasnya, televisi adalah sampah. Bukan televisi dalam artian benda elektronik yang bisa menampilkan motion picture. Bukan itu. Maksud saya, adalah berbagai tayangan televisi yang tiap hari kita lihat. Itulah sampah. Mengapa sampah? Karena kotor, bau dan tak berharga.

Kita lihat betapa tak berharganya berbagai acara reality show di televisi kita. Sebagai contoh kecil saja, ada reality show berbentuk talk show yang menampilkan dua pihak yang sedang bertikai. Di acara tersebut, bukan sekedar adu mulut yang terjadi, umpatan-umpatan kotor pun keluar bahkan kadang-kadang diselingi dengan fisik. Pertanyaannya, apa yang ingin diberikan bagi pemirsa televisi? Tidak ada, tujuannya cuma ingin mengaduk-aduk emosi pemirsa dan akhirnya rating meningkat dan iklan membanjir. Pemirsa diberikan sampah. Ada juga reality show yang mencoba mempermainkan wong cilik, dengan dalih ingin membantu mereka. Bukan cuma ada, bahkan sangat banyak, hampir di setiap stasiun televisi kita. Lagi-lagi pemirsa diberikan sampah.

Istirahat sejenak...

Sampah yang kedua adalah sampah media cetak. Koran, tabloid, majalah. Sama saja. Semuanya adalah sampah. ~_^. Saya sadar, pasti banyak yang tidak sepakat dengan saya. Tapi coba kita lihat dengan hati jernih dan mata yang terbuka. Minimal ada dua alasan mengapa media cetak merupakan sampah.

Pertama, seberapa banyak manfaat yang diberikan media cetak bagi kita sebagai pembaca. Apakah koran yang tiap hari kita baca mampu meningkatkan kecerdasan kita? Jawabannya tidak. Informasi dari koran hanya menambah tumpukan file informasi tak berharga di otak kita. Majalah dan tabloid sama saja. Begitu banyak tulisan dengan berbagai rubrikasi, tetap tak menambah apa-apa bagi sebagian besar pembacanya.

Alasan kedua adalah pemahaman standar tentang media massa. Jika kita melek tentang jurnalisme, tentu kita paham bahwa ada dua kuasa yang berpengaruh besar terhadap media massa, yaitu kuasa ideologi dan kuasa uang. Kuasa ideologi adalah ruh bagi setiap media massa. Jangan pernah percaya bahwa media massa, termasuk media cetak, bisa bersikap objektif dalam setiap berita, liputan maupun tulisannya. Maksud saya, objektif dalam artian tak terpengaruh oleh pemahaman-pemahaman tertentu.

Sedikit penjelasan saja, dalam pemuatan berita koran misalnya, langkah pertama adalah pencarian data dan fakta yang berhubungan dengan berita yang akan disajikan. Sampai disini, seakan terkesan objektif. Langkah berikutnya, adalah pembuatan tulisan berdasarkan fakta dan data yang ada. Ini pasti sudah tidak objektif. Contoh sederhananya, fakta dan data yang terkumpul misalnya adalah si Adul di kota B didatangi oleh ribuan orang yang ingin meminta berkah kepadanya. Judul berita yang akan muncul di koran bisa bermacam-macam. Sebagai contoh saja:

"RIBUAN ORANG NGALAP BERKAH PADA ADUL"

"ADUL SAKTI DARI KOTA B"

"LAGI, ORANG SAKTI DARI KOTA B"

"RATUSAN ORANG TERINJAK SAAT MINTA BERKAH PADA ADUL"

"CALEG IKUT NGALAP BERKAH"

"SYIRIK YANG MAKIN MENJADI-JADI", dll

Ini jelas sudah tak objektif. Kita belum bicara isi tulisannya.

Nah, kebanyakan media massa di Indonesia adalah pengikut ideologi Liberalisme Sekuler. Sehingga, isi beritanya tentu tak jauh dari pemahaman ideologi tersebut. Parahnya, media massa juga bertugas untuk menarik pembacanya mengikuti dan menganut pemahaman yang sama. Artinya, semakin sering dan rutin kita menikmati media massa, semakin besar peluang kita mengikuti pemahaman ideologi Liberalisme Sekuler secara tak sadar.

Hmm...

Kuasa berikutnya yang berpengaruh besar terhadap media massa adalah kuasa uang. Bahkan kuasa uang bisa mengalahkan idealisme ideologi mereka. Ambil contoh, mengapa ada sebagian televisi kita yang menayangkan acara ceramah Islami dengan durasi yang lumayan panjang. Jawabannya bukanlah karena mereka ingin ikut terlibat mensyiarkan Islam. Sama sekali tidak. Bahkan itu sangat bertentangan dengan ideologi mereka yang menafikan peran agama dalam kehidupan. Jawaban yang benar adalah karena mereka melihat ada satu segmentasi pemirsa yang harus mereka garap, untuk menambah pundi-pundi uang mereka, yaitu segmentasi pemirsa yang punya ghirah keislaman yang tinggi. Segmen ini lumayan besar di masyarakat. Ini yang ditangkap oleh media massa. Tugas mereka berikutnya adalah meyakinkan pengiklan.

Kuasa uang ini juga yang menyebabkan sebagian media massa berani memuat judul-judul bombastis, bahkan berita-berita fitnah yang tak sesuai kode etik jurnalistik. Tujuannya adalah agar oplah mereka meningkat dan uang mengalir deras.
Sekarang, sudah jelas kan mengapa media cetak adalah sampah. O_^

Mari kita hela nafas dulu...fuiihhh...

(bersambung)
Baca Selengkapnya......
 

Opini Sederhana

Dari Facebook

Kajian